Kamis, 06 Oktober 2011

Hari libur nasional


koiNOBORI
Tanggal 5 Mei
merupakan hari libur nasional di Jepang.
Hari ini dikenal dengansebutan hari anak
(kodomo no hi). Hari libur ini merupakan
serangkaian hari libur di akhir April dan
awal Mei yang disebut Golden Week (Minggu
Emas) di Jepang. Perayaan ini merupakan
ritual syukuran dalam rangka merayakan
pertumbuhan kesehatan anak laki-laki
dengan harapan agar mereka tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pada awalnya
perayaan ini merupakan tradisi kuno Tiong-
kok berkaitan dengan berakhirnya musim
semi yang menjadi hari Duanwu untuk
merayakan kesehatan dan pertumbuhan
anak laki-laki. Tanggal 5 di bulan ke-5 pada
kalender Tionghoa ditandai dengan kegiatan
mengusir roh-roh jahat. Di Jepang Tanggal 5
bulan 5 dikenal sebagai
Tango no sekku. Perayaan ini mulai dilaku-
kan di zaman Nara (710 ~ 784).
Secara resmi, hari anak laki-laki kemu-
dian dijadikan sebagai Hari Anak-anak sejak
tahun 1948 melalui undang-undang hari
libur Jepang (Shukujitsu-hō) untuk “meng-
hormati kepribadian anak, merencanakan
kebahagiaan anak sambil berterima kasih
kepada ibu.”
Walaupun dirayakan sebagai hari Anak-
anak, perayaan ini lebih ditekankan kepada
anak laki-laki dan biasanya, keluarga yang
memiliki anak laki-laki akan melakukan ber-
bagai persiapan seperti memajang boneka
musha ningyo (boneka pahlawan perang),
replika yoroi (pakaian ksatria zaman dulu)
dan kabuto (helm samurai).di dalam rumah.
Kabuto, Yoroi, dan tokoh Kintarō digu-
nakan sebagai simbol harapan anak laki-
laki yang sehat dan kuat Di halaman rumah
mereka akan memancang koinobori,
semacam bendera atau pun umbul-umbul
yang umumnya berupa 3 ikan koi. Ikan koi
ini digantung menghadap ke atas, seperti
ikan mas yang berjuang memanjat tebing
air terjun agar dapat sampai di hilir.
Di rumah, mereka menikmati kue tra-
disional seperti Chimaki, kue kukus dari
kacang merah berbalut daun bambu serta
kue kashiwamochi, bola ketan berisi selai
kacang merah yang dibungkus dengan daun
pohon Ek. Semua kue ini melambangkan
kekuatan. Mereka juga membuat menyantap
Takenoko Zushi (nasi yang dicampur dengan
irisan rebung berbumbu) disertai minuman

25
sake dari bunga iris. Bunga iris ini dikenal
sebagai tanaman obat dengan kekuatan
ajaib yang diyakini dapat menghalau dan
mencegah kekuatan jahat.
ikan ukuran terbesar berwarna hitam yang
menjadi simbol ayah. Di bawahnya ada
higoi-ikan koi berwarna merah yang men-
jadi perwujudan dari ibu. Setelah semuanya
selesai dipasangkan, yang terakhir adalah
memasang kogoi, perlambang jumlah anak
laki-laki dalam keluarga tersebut. Kogoi
berukuran lebih kecil dibandingkan koino-
bori merah. Kogoi biru melambangkan putra
sulung, dan koinobori hijau melambangkan
putra kedua.
Koinobori umumnya mulai dipancangkan
pada 1 ~ 2 minggu sebelum tanggal 5 Mei.
Umbul-umbul ikan koi ini tidak selamanya
berkibar sepanjang hari. Pagi dipancangkan,
dan malam akan diturunkan.
Koinobori di zaman Edo
Zaman Edo merupakan zaman keemasan di
mana kebudayaan tradisional Jepang ber-
tumbuh dan mengakar kuat. Perekonomi-
an rakyat yang membaik memungkinkan
mereka mengapresiasi seni dengan sangat
baik. Berbagai ritual dengan hiasan seni
tingkat tinggi pun mewarnai masa-masa ini.
Pada pertengahan jaman Edo (1600~1867),
terdapat kebiasaan di kalangan keluarga
samurai untuk ‘mempertunjukkan kebang-
gaan akan kehadiran bayi laki-laki’ di ke-
luarga mereka dengan memancangkan
umbul-umbul koinobori di halaman rumah
dan gambar kuda di depan pintu masuk.
Kebiasaan yang menjadi perlambang gengsi
dan harkat keluarga ini kemudian dicontoh
oleh rakyat biasa.
Pemancangan umbul-umbul koinobori,
menjadi simbol pengharapan agar sang anak
akan tumbuh baik dan sukses di tempat apa
pun ia akan berkarir kelak. Pemikiran me-
ngibarkan koinobori di langit biru sebagai
wujud harapan suskesnya pertumbuhan
anak laki-laki, merupakan kepekaaan khas
yang dimiliki orang Jepang.
Umbul-umbul koinobori dipasang ber-
urutan dengan diawali dari pemasangan
ryudama–bola naga keemasan, yaguruma-
roda dan panah keemasan yang berputar saat
tertiup angin. Keduanya diyakini berperan
sebagai jimat pelindung yang menghalau
segala kejahatan. Kemudian di bawahnya
dipasang fukinagashi-sarung angin berhias-
kan panji-panji lima warna (biru, merah,
kuning, putih, dan hitam) Fukinagashi
melambangkan 5 unsur (kayu, api, air,
tanah, dan logam), dan dipercaya sebagai
penangkal segala penyakit. Fukinagashi ber-
bentuk hampir sama dengan umbul-umbul
ikan koi, memanjang dengan garis-garis
warna di sepanjang selongsongnya dan me-
miliki arti sebagai simbol keluarga. Berikut-
nya adalah umbul-umbul berbentuk magoi,
Koinobori sekarang
Sejak hari anak laki-laki dicanangkan se-
bagai Hari Anak anak, arti koinibori pun
mengalami perubahan.Di beberapa tempat
di Jepang, koinobori bukan saja milik anak
laki-laki. Koinobori yang melambangkan
adanya anak perempuan dalam keluarga
juga ingin ikut dikibarkan. Tersedianya
koinobori warna cerah seperti oranye ke-
mungkinan ditujukan untuk keluarga yang
memiliki anak perempuan.
Ikan Koi menjadi lambang kekuatan dan
hal ini bermula dari legenda Cina yang ter-
dapat dalam buku Hou Han Shu yang meru-
pakan salah satu dari buku sejarah resmi
Cina (Sejarah Dua Puluh Empat Dinasti).
Dalam buku itu dikisahkan tentang air
terjun di sungai Sungai Kuning yang aliran-
nya deras. Ikan-ikan berusaha keras me-
manjat air terjun, namun hanya koi yang
berhasil berubah menjadi naga.
Ia akan terbang di langit bila berhasil
mencapai air terjun Ryumon. Sejak dulu,
ikan koi dipercaya sebagai ikan yang men-
datangkan nasib baik. Ikan koi adalah ikan
kuat yang tidak hanya bisa hidup di sungai
beraliran jernih saja, tetapi juga di kolam
dan di rawa.
Pada 1931, pencipta lagu Miyako Kondo
menulis lagu berjudul “Koinobori”. Dalam
lirik lagu tersebut, koinobori yang be-
sar dan berwarna hitam adalah bapak koi
dan koinobori warna lain yang lebih ke-
cil adalah anak-anak koi. Konsep dari lirik
lagu tersebut diterima secara luas di tengah
rakyat yang sedang berada di bawah tekan-
an pemerintahan militer. Seusai Perang
Dunia II, peran wanita makin penting,
dan koinobori warna merah dipakai untuk
melambangkan ibu koi. Satu set koino-
bori akhirnya secara lengkap melam-
bangkan keluarga yang utuh: bapak, ibu,
dan putra-putrinya. Hingga kini, lagu
“Koinobori” ciptaan Miyako Kondo tetap
dinyanyikan anak-anak, dan liriknya tetap
sama seperti ketika diciptakan pada tahun
1931.
Belakangan ini, berkibarnya koinobori
sudah menjadi pemandangan langka di kota-
kota besar di Jepang. Makin sedikitnya ke-
luarga di Jepang yang memiliki anak kecil
mungkin menjadi penyebabnya. Selain itu,
penduduk kota besar tidak lagi tinggal di
kompleks perumahan, melainkan di aparte-
men (mansion) yang tidak memiliki halaman
untuk mengibarkan koinobori.
(DSN/0/2011) dari berbagai sumber